Perkembangan kurikulum di Indonesia selalu terkait dengan dinamika sosial, politik, dan budaya yang mengelilinginya. Kurikulum beradaptasi dengan kebutuhan zaman, permintaan masyarakat, serta ideologi negara yang sedang diterapkan. Jika ditelusuri lebih dalam, sejarah kurikulum Indonesia berawal dari era kolonial Belanda, ketika pendidikan masih bersifat eksklusif dan ditujukan terutama untuk kepentingan penjajah. Sejak saat itu sampai sekarang, kurikulum Indonesia telah mengalami perubahan besar yang mencerminkan perjalanan negara menuju kemandirian dan pembentukan identitas nasional.
Ketika masa penjajahan Belanda, pendidikan tidak menjadi hak bagi seluruh rakyat Indonesia. Belanda menerapkan sistem pendidikan bertingkat yang didasarkan pada ras dan status sosial. Kurikulum saat ini disusun untuk memenuhi tuntutan administrasi kolonial. Tujuan utamanya bukan untuk mendidik pribumi, melainkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang dapat mendukung kelancaran pemerintahan kolonial.
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, pemerintah berupaya mengembangkan kurikulum yang mencerminkan identitas negara dan menumbuhkan semangat kebangsaan. Beberapa kurikulum pendidikan yang diterapkan setelah Indonesia merdeka antara lain sebagai berikut :
A.Rentjana Pelajaran 1947 (Kurikulum 1947)
Kurikulum ini disusun dua tahun dari peristiwa proklamasi kemerdekaan. Penamaan kurikulum ini pada awalnya masih memakai istilah Belanda, yaitu Leerplan. Sebab pada waktu itu, Indonesia mengalami guncangan akibat serangan militer Belanda dan sekutunya. Kurikulum ini baru dilaksanakan sejak tahun 1950. Kurikulum ini diterapkan pada saat menteri pendidikan dijabat oleh Mr. Raden Soewandi dalam Kabinet Sjahrir III.
Dalam pengembangan kurikulum ini, pemerintah merancang sistem pendidikan bagi siswa di era revolusi yang fokus pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan setara dengan bangsa lain di dunia. Jadi, saat ini belum berorientasi pada pendidikan pemikiran, tetapi pada pendidikan karakter, kesadaran berbangsa, dan berkmasyarakat.
B. Rentjana Pelajaran Terurai 1952 (Kurikulum 1952)
Pemerintah melakukan perbaikan terhadap Kurikulum 1947 pada tahun 1952. Kurikulum ini mengatur pembahasan setiap topik dalam setiap mata pelajaran agar terhubung dengan kehidupan masyarakat. Dalam kurikulum ini, ditetapkan bahwa seorang tenaga pendidik hanya diperbolehkan mengajar satu mata pelajaran. Menteri Pendidikan yang memperkenalkan Kurikulum 1952 adalah Raden Mas Tumenggung Wongsonegoro di masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
C. Rentjana Pendidikan 1964 (Kurikulum 1964)
Konsep pendidikan dalam Kurikulum 1964 menekankan pengembangan moral, intelektual, emosional atau seni, keterampilan, dan fisik. Konsep-konsep pendidikan ini lebih sering disebut dengan istilah Pancawardhana. Pelaksanaan Kurikulum 1964 dalam proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang aktif, kreatif, dan produktif.
Kurikulum 1964 ditujukan untuk membangun pengetahuan akademis mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD). Pemerintah juga menetapkan hari Sabtu sebagai waktu bagi siswa untuk berlatih berbagai kegiatan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Kurikulum 1964 diterapkan saat menteri Pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Prijono dalam Kabinet Kerja (1960-1964).
D. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 memiliki karakteristik bahwa materi dari tingkat pendidikan dasar berhubungan dengan tingkat pendidikan berikutnya. Fokus utama kurikulum ini adalah menciptakan manusia Pancasila yang autentik, tangguh, serta sehat secara fisik, meningkatkan kecerdasan dan kemampuan fisik, moral, etika, serta keyakinan beragama. Menteri Pendidikan yang memimpin saat penerapan Kurikulum 1968 adalah Mashuri, SH, yang menjabat dari tahun 1968 hingga 1973.
Muatan materi pelajaran pada kurikulum 1968 bersifat teoritis, tidak menghubungkan dengan masalah nyata di lapangan. Isi pendidikan pada kurikulum 1968 bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, serta membangun fisik yang sehat dan bugar. Dalam Kurikulum 1968 ini, sistem penjurusan dimulai pada kelas 2 SMU atau kelas 1.
E. Kurikulum 1975
Kurikulum ini diimplementasikan setelah program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) fase pertama di era pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini menekankan cara pendidikan yang lebih efisien dan efektif. Kurikulum 1975 juga lebih mendetailkan metode, materi, dan sasaran pembelajaran dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Hasilnya adalah munculnya istilah satuan pelajaran (rencana pembelajaran untuk setiap bagian bahasan). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mensahkan Kurikulum 1975 adalah Prof. DR. T. Syarif Thayeb.
Akan tetapi, penerapan kurikulum ini banyak mendapatkan kritik, karena guru menjadi lebih tertekan untuk mencatat detail dari setiap aktivitas pembelajaran. Beberapa mata pelajaran akhirnya berganti nama, seperti ilmu alam dan ilmu hayat yang kini disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mata pelajaran aljabar dan ilmu ukur dijadikan sebagai Matematika.
F. Kurikulum 1984
Kurikulum ini juga dikenal sebagai Kurikulum 1975 yang diperbaharui dengan menempatkan siswa sebagai subjek dalam proses belajar, mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, serta melaporkan. Model ini dikenal sebagai Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Pembelajaran Aktif Siswa (PAS). Konsep CBSA yang ideal secara teoritis dan menghasilkan kinerja baik di sekolah-sekolah uji coba, namun mengalami banyak penyimpangan dan pengurangan saat diterapkan secara nasional. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang memimpin saat Kurikulum 1984 disusun dan dilaksanakan adalah Prof. Dr. Nugroho Notosusanto.
G. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah melakukan pembaruan kurikulum untuk mengintegrasikan kurikulum-kurikulum yang ada sebelumnya. Dalam kurikulum 1994, integrasi antara tujuan dan proses belum tercapai karena beban pembelajaran siswa dianggap terlalu berat.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah, misalnya bahasa daerah, seni, keterampilan lokal, dan lain-lain. Beragam kepentingan komunitas juga mendorong agar isu-isu tertentu dimasukkan ke dalam kurikulum. Kurikulum ini ditetapkan pada saat menteri pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro.
H. Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Pada tahun 2004, digunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK, sebagai pengganti Kurikulum 1994. Sebuah program pendidikan yang berfokus pada kompetensi harus mencakup tiga elemen utama, yaitu pemilihan kompetensi yang tepat, penentuan indikator-indikator evaluasi untuk menilai keberhasilan pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai utama yang tercermin dalam pola pikir dan perilaku. Kebiasaan berpikir dan bertindak dengan konsisten dan berkelanjutan dapat memungkinkan individu untuk menjadi 7 kompeten, yang berarti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melaksanakan sesuatu. Kurikulum ini diterapkan saat Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dijabat oleh Abdul Malik Fadjar.
I. Kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Kurikulum ini hampir sama dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang mencolok terletak pada wewenang dalam pembentukannya, yakni merujuk pada esensi dari desentralisasi sistem pendidikan. Dalam Kurikulum 2006, pemerintah pusat menentukan standar kompetensi serta kompetensi dasar. Kurikulum ini mulai diberlakukan pada tahun 2006 saat Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A menjabat sebagai menteri pendidikan.
Pada kurikulum ini guru diharapkan dapat menyusun silabus dan penilaian secara mandiri sesuai dengan situasi sekolah dan wilayahnya. Hasil integrasi dari semua mata pelajaran disusun menjadi suatu perangkat yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
J. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah sebagai pengganti KTSP 2006. Penggagas utama Kurikulum 2013 adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M. Nuh yang menjabat pada waktu tersebut. Kurikulum ini berfokus pada pembelajaran yang berlandaskan kompetensi dan pendekatan ilmiah. Tujuan dari kurikulum 2013 adalah untuk menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, inovatif, serta dapat menghadapi tantangan di abad ke-21. Terdapat 4 aspek evaluasi dalam K-13 ini, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.
K. Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diluncurkan oleh Kemendikbudristek pada Februari 2022 sebagai upaya untuk mengatasi krisis pembelajaran yang sudah berlangsung lama. Kondisi ini juga semakin buruk akibat pandemi Covid-19 yang mengubah banyak proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Pengagas Kurikulum Merdeka adalah Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat anak sejak usia dini. Agar peserta didik dapat meluangkan waktu untuk memahami konsep dan memperkuat kompetensi. Sebagai hasilnya, terjadi penyesuaian besar-besaran oleh seluruh unsur sistem pendidikan. Kurikulum Merdeka hingga kini masih diterapkan dan berlaku di sekolah-sekolah di Indonesia
Perjalanan kurikulum di Indonesia mencerminkan sejarah bangsa: mulai dari kolonialisme, perjuangan untuk merdeka, sentralisasi pemerintahan, hingga era modern yang demokratis dan adaptif. Setiap revisi kurikulum menghadirkan tantangan dan harapan yang baru. Walaupun belum ideal, perkembangan kurikulum di Indonesia mencerminkan tekad negara untuk terus memperbaiki mutu pendidikan agar dapat menghasilkan generasi yang berkarakter tangguh, cerdas, dan siap menghadapi tantangan global






Tidak ada komentar:
Posting Komentar